Labuan Bajo adalah surga bagi para
wisatawan di dalam maupun di luar negeri. Keindahan yang ditawarkan di Labuan
Bajo ini sendiri berbagai macam hal, dan salah satunya adalah pulau komodo.
Dengan begitu, pemerintah mendata bahwa pada akhir tahun dan awal tahun 2019
nanti, akan mendapatkan kenaikan wisata yang cukup drastis. Sehingga pemerintah
berbondong – bonding membangun hotel, villa dan tempat menginap lainnya di
sekitaran Labuan Bajo.
Salah satu yang menjadi konsen pemerintah
tentang Labuan Bajo adalah air bersih. Air bersih yang diharuskan selalu ada
bagi para wisatawan yang datang ke Labuan Bajo, agar mereka puas dengan apa
yang diberikan selama mereka berlibur. Akan tetapi, di sisi lain ada banyak
orang yang sangat kekurangan dengan air bersih yang seharusnya menjadi hak
mereka tetapi mereka malah harus membelinya.
Air yang disediakan di berbagai hotel,
villa dan tempat menginap lainnya itu seharusnya adalah air milik warga dari
Labuan Bajo itu sendiri. Banyak dari warga Labuan Bajo yang mandi harus dikali,
menunggu air keluar seminggu dua kali, bahkan harus menggalli dan menarik air
dari sumur yang dianggap sebagai sumber air di daerah Kampung Lamtoro.
Lalu, air yang dianggap sebagai sumber air
di daerah Kampung Lamtoro akan dibuat sumur bor oleh pihak hotel swasta yang
akan dibangun di tengah Kampung tersebut. Sehingga, Ketua RT 08 Kampung Lamtoro Romlah sangat
khawatir akan hal tersebut. Karena sumber air dari 3 sumur yang berada di
Kampung Lamtoro semuanya akan terambil alih oleh hotel yang akan dibangun. “
Semua air yang berada di beberapa sumur RT 08 ini akan tersedot semua. 3 sumur
yang menjadi mata air sekarang saja sudah kering sekali, apalagi kalau ada ini”
ucap Romlah.
Air yang dibeli oleh para warga sekitar,
hanya bisa digunakan untuk mandi. Tidak untuk diminum. Untuk air minum, warga
membeli kembali air gallon dengan harga Rp. 7.000 pergalon. Pemerintah dan
perusahaan swasta melihat bahwa air di Labuan Bajo ini memiliki nilai jual yang
menguntungkan. Juragan air sumur yang berada di daerah tersebut memberikan air
bersihnya untuk kapal pesiar, warga dan hotel – hotel yang ada. Keuntungan yang
di dapat dari juragan air ini sendiri mencapai sekitar 3-4 juta rupiah perhari,
90 juta rupiah perbulan atau 1 miliar rupiah pertahunnya.
Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) tidak kalah dengan air bersih yang dijual.
Ketiadaan air bersih, membuat warga menjadi berpusat kepada air minum dalam kemasan
yang ada. Dalam sehari, pabrik air minum dalam kemasan mampu menjua 15.000
liter air di Labuan Bajo. Artinya, pendapatan yang di dapat oleh para pengusaha
air dalam kemasan di Labuan Bajo ini bisa mendapatkan kurang lebih sekitar 90
juta rupiah perbulannya. Dan, mendapatkan kurang lebih sekitar 10 Miliar rupiah
pertahunnya. Ini artinya tidak ada keadilan sosial bagi para warga Labuan Bajo
itu sendiri.
Pendapat saya adalah pemerintah tolong
bekerja sama dengan pihak perusahaan swasta untuk tetap mementingkan hak warga
sekitar terlebih dahulu. Terutama dalam kebutuhan air bersih. Kalau warganya
sudah mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka, barulah pemerintah
menjalankan usaha – usaha yang bisa membuat negara maju, terutama dalam bidang
pariwisata. Labuan Bajo adalah tempat yang sangat indah, tetapi warganya pun
juga harus indah dalam segala hal. Kalau warganya sudah merasa indah dalam
segala hal, warga pun akan membatu pemerintah untuk membuat Labuan Bajo ini
menjadi lebih indah dan semakin indah.
Comments
Post a Comment